Tag: Ketika Pergeseran Dalam Nilai Terjadi

Ketika Pergeseran Dalam Nilai Terjadi

Ketika Pergeseran Dalam Nilai Terjadi – Banyak warga negara di Indonesia yang pada jaman ini yang mulai kehilangan budaya nya. Salah satu dari berbagai budaya yang mulai pudar adalah budaya untuk peduli dan membantu orang lain. Kerap kali masyarakat Indonesia di jaman ini lebih memilih untuk bersikap apatis. Mementingkan hanya kepentingannya sendiri tanpa berpikir itu akan menyakiti atau membawa dampak negatif ke orang lain dan juga enggan untuk membantu saudaranya yang kesusahan.

Beberapa dari penyebab mengapa rasa apatis bisa muncul dikarenakan kurang nya rasa persatuan yang ada. Sudah seharusnya sebagai warga negara Indonesia kita saling bantu membantu. Tanpa mendiskriminasi ras,agama maupun suku. Bukan kah negara kita dapat merdeka dikarenakan adanya rasa persatuan,dan saling membahu untuk meraih kemenangan? slot online

Perpecahan, sifat mementingkan diri sendiri, acuh tak acuh, kini seakan-akan menjadi norma baru dalam masyarakat Indonesia. Tolong-menolong, gotong-royong, kepedulian antarsesama menjadi barang angka.

Ketika Pergeseran Dalam Nilai Terjadi

Bagaimana kita dapat mengatasi masalah sosial yang besar ini? Peringatan Hari Kesetiawanan Sosial Nasional (HKSN) tiap pada tanggal 20 Desember merupakan upaya mengenang, menghayati dan meneladani semangat persatuan, kesatuan, kegotongroyongan dan kekeluargaan rakyat Indonesia yang bahu-membahu mengatasi permasalahan dalam mempertahankan rasa kedaulatan bangsa atas pendudukan kota Yogyakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia oleh tentara Belanda pada tahun 1948. www.benchwarmerscoffee.com

Akan tetapi disayangkan sekarang ini jiwa dan semangat kebersamaan, kegotongroyongan, kekeluargaan dan kerelaan berkorban tanpa pamrih makin luntur. Padahal sikap gotong royong dan saling tolong menolong merupakan ruh dari Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi semboyan dan pemersatu bangsa.

Pemerintah Jawa Tengah menyadari betul bahwa dengan mulai lunturnya sikap tersebut. Apalagi pada para generasi muda yang cenderung lebih sering berinteraksi dengan media sosial melalui gawai. Bahkan banyak pula yang bersikap selfish. Ngrumat Bebrayan Guna mencegahnya, langkah yang dilakukan pun beragam.

Tak hanya mengajak secara formal dalam kegiatan-kegiatan kepemudaan, namun juga diselenggarakan sejumlah kegiatan untuk menumbuhkan kembali sikap gotong royong. Perihal itu pula tertuang dalam tema Hari Jadi ke-69 Provinsi Jateng tahun 2019, ngrumat bebrayan. Filosofinya yaitu persatuan dan kesatuan dan semangat gotong-royong masyarakat.

Selain dari pada itu, tema ini juga mengandung nilai budaya yang harus dirawat, yakni paseduluran dan bebrayan. Kedua kata itu adalah implementasi konkret dari sila ke-3 Pancasila, yakni Persatuan Indonesia.

Gubernur Ganjar Pranowo menegaskan, persatuan Indonesia saat ini sangat dibutuhkan, oleh karenanya, diperlukan toleransi, berhati-hati dalam bermedia sosial, dan menggunakan gawai. Menurut Ganjar, ngrumat bebrayan merupakan bagian dari cara merawat persaudaraan, kekeluargaan dan menjaga perasaan, sehingga terwujud persatuan dan Indonesia kuat.

Didalam program kegiatan, saling tolong menolong dituangkan dalam program seperti ”Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng”. Masyarakat pun diminta supaya ikut terlibat aktif dalam menjaga kesehatan ibu-ibu hamil dan janin di lingkungan sekitarnya. Apalagi Jawa Tengah pun mempunyai pekerjaan rumah untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan angka kematian bayi.

Wakil Gubernur Taj Yasin pun meminta gotong royong dan kerja sama mesti ditumbuhkan dalam hal positif. Masih banyak lagi permasalahan lain yang mesti dicegah melalui gotong royong. Mulai dari penanganan stunting, hingga kemiskinan. Caranya yaitu, masyarakat mesti peduli dengan kondisi masyarakat di lingkungannya.

Misalnya seperti ada tetangga yang kesulitan ekonomi maka bisa saja diajak untuk bersama-sama dalam usaha. Sehingga perekonomian akan jalan. Di samping itu, kegiatan kegotongroyongan dalam hal fisik juga mesti digenjot. Seperti dengan gotong royong membenahi jalan, menjaga kebersihan, hingga kegiatan sosial kemasyarakatan.

Modal Sosial

Menurut Dosen Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang (Unnes) Edi Kurniawan SPd MPd , nilai-nilai gotong royong seakan menjadi penciri budaya bangsa Indonesia yang semangatnya mengalir deras dalam urat nadi masyarakat. Selaku bangsa yang multikultural serta kaya budaya yang masih kental, gotong royong menjadi penguat solidaritas masyarakat.

Selain itu menjadi modal sosial yang meningkatkan kohesivitas masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Di Jawa, praktik gotong royong dikenal dengan tradisi Gugur Gunung Ro’an dan Sambatan, yaitu bentuk kerja sama antarmasyarakat pada kegiatan membangun rumah dan kebersihan lingkungan.

Ketika Pergeseran Dalam Nilai Terjadi

Tradisi Nyinom atau Rewang pada kegiatan saling membantu antarwarga yang memiliki acara seperti khitanan. Meski demikian, saat ini telah terjadi pergeseran kebudayaan, nilai-nilai, dan norma-norma kehidupan masyarakat. ”Perkembangan globalisasi dan modernisasi mendorong pergeseran paradigma kehidupan masyarakat sebagai akibat dari meningkatnya kebutuhan hidup manusia.

Kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi telah menciptakan sebuah ruang baru yang bersifat artifisial dan maya, yaitu cyberspace,” ungkapnya. Karenanya, cyberspace sudah mengalihkan berbagai aktivitas manusia baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi, kultural, dan spiritual, dari dunia nyata ke dalam berbagai bentuk substitusi artifisialnya.

Menurut Edi, yang merupakan seorang migrasi humanitas ini berdampak pada pergeseran aktivitas kehidupan manusia. Berbagai macam cara hidup yang sebelumnya didasarkan pada relasi-relasi alamiah atau natural, kini dilakukan secara artifisial. Perubahan sosial dalam kehidupan dan interaksi antarmasyarakat sangat linier dengan perkembangan paradigma masyarakat dunia dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

Momentum Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional perlu disadari adanya perubahan sosial dalam aspek gotong royong, tolong menolong, dan kearifan lokal yang memang terjadi. Edi yang juga Satgas Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jateng menegaskan, globalisasi telah melahirkan paradoks di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Globalisasi juga mendorong lahirnya peradaban modern yang didasari paradigma baru, berupa kebebasan individu, rasionalitas, efisiensi, dan efektivitas. Konsekuensi logis dari hal ini tidak lain adalah lahirnya manusia-manusia yang mempersepsikan dirinya sebagai pemilik dirinya sendiri dan tidak berhutang budi pada masyarakat.

Dengan paradigma rasional dan materealistik, kata dia, masyarakat hanya melakukan kegiatan yang akan membawa keuntungan ekonomi bagi dirinya dan mengesampingkan prinsip solidaritas antarmanusia. ”Perihal inilah yang kemudian menyebabkan bagaimana memudarnya budaya gotong royong dan saling menolong dalam kehidupan masyarakat,” tandasnya. Budaya dalam gotong royong di Indonesia belumlah hilang, tapi bertranformasi dan berubah dalam dimensi pola, ruang, dan waktu.

Dia menjelaskan, gotong royong dimaknai sebagai kegiatan berkumpul untuk saling membantu dan menyumbang pikiran dan tenaga guna menyelesaikan suatu pekerjaan atau permasalahan. Kini, gotong royong tidak lagi identik dengan kegiatan berkumpul bersama secara tatap muka tapi dilakukan dalam dunia digital yang dimediasi oleh teknologi artifisial.

Melalui teknologi digital berupa internet dan sosial media, masyarakat masih saling bersimpati, berempati, dan saling tolong menolong satu sama lain dalam menyumbangkan pikiran dan materi.

Menurut dia, proses gotong royong telah bermetamorfosis di tengah derasnya arus globalisasi dalam bentuk sosial media. Hadirnya situs yang merupakan penyedia jasa perantara dalam penggalangan dana di Indonesia, seperti KitaBisa.com, Kolase.com, Akseleran, GandengTangan, AyoPeduli.Id, Indiegogo, dan Kickstarter menjadi bukti nyata gotong royong di dunia maya.

Pada saat momentum Hari Kesetiakawanan Nasional, Edi pun menilai perlunya pemaknaan kembali terhadap budaya gotong royong, nilai tolong menolong, dan persaudaraan antarmasyarakat. Dua dimensi gotong royong mesti diwujudkan guna menjaga integrasi dan kohesivitas masyarakat. Ia pun mengatakan, solidaritas di dunia maya yang diwujudkan melalui rasa empati dengan gerakan sumbangan materi untuk orang membutuhkan, tidak ada maknanya tanpa disertai gerakan gotong royong dalam dunia nyata.

Begitu pula sebaliknya, gotong royong di dunia nyata juga perlu disertai dengan gotong royong di dunia maya, sehingga nilai-nilai tolong menolong tersebut dapat membumi dalam dimensi ruang yang luas.